Gunakan Pencarian Ini

Join disini dulu ya, Like This !!!

×

Powered By Berbagi Ilmu SEO and TUTORIAL BLOGGING

AKAN LEBIH BAIK JIKA ANDA MENDOWNLOAD FILE DALAM BENTUK PDF

Friday 3 May 2013

Laporan Kimia Analisis Asidi Alkalimetri


Laporan Kimia Analisis Asidi Alkalimetri



Oleh: Arifin Oputu
Mahasiswa Farmasi UNG 2012


BAB I
PENDAHULUAN
I.1  Latar Belakang
Dalam analisis kimia, terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk menentukan kadar senyawa yang terkandung dalam suatu bahan. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan proses titrasi. Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi. Dalam titrasi itu sendiri ada bermacam-macam cara yang sering digunakan, salah satunya adalah asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidimetri dan Alkalimetri ini melibatkan titrasi basa bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dengan suatu asam standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas atau asam yang terbentuk dari hidrolisis garam yang berasal dari basa lemah dengan suatu basa standar (alkalimetri). Reaksi-reaksi ini melibatkan bersenyawanya ion hydrogen dan ion hydroksida untuk membentuk air (Basset, 1994).
Asidi alkalimetri sangat perlu untuk dipelajari, karena  titrasi asam basa sangat berguna dalam dunia industri. Contoh penggunaannya adalah dalam bidang pertanian, untuk pembuatan pupuk kalium klorida yang dalam pembentukkannya diperlukan MgO yang dihitung kadarnya sebagai penguji dengan proses titrasi. Dalam industri makanan digunakan untuk penentuan kadar iodium, sakarin, kadar Zn dan Fe dalam tahu yang dibungkus dengan plastik dan dalam industri kosmetika yaitu dalam penentuan kadar zat warna AZO yang berbahaya. Tak hanya itu, titrasi asam basa juga berguna dalam

bidang kefarmasian terutama untuk reaksi-reaksi dalam pembuatan obat yang memerlukan sebuah analisis tersendiri.
Metode analisis dengan volumetri ataupun titrimetri menggunakan prinsip asam basa adalah asidi alkalimetri. Proses ini digunakan dalam perhitungan untuk menentukan kadar suatu zat berdasarkan perhitungan volume dengan larutan standar yang telah diketahui kadarnya dengan tepat. Dalam percobaan ini yang dilakukan adalah titrasi asam yaitu menentukan konsentrasi asam cuka dan asam sitrat dengan menggunakan larutan natrium hidroksida (NaOH) dengan penambahan indikator penolftalen.
I.2     Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Adapun maksud dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui kadar asam sitrat dan asam asetat dengan menggunakan prinsip asidimetri dan alkalimetri.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah:
1.  menetapkan kadar asam asetat dan kadar asam sitrat menggunakan prinsip asidi alkalimetri.
2.  Menetapkan pH asam sitrat dan pH asam asetat
I.3  Prinsip Percobaan
Adapun prinsip percobaan pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan hasil akhir dari titrasi menggunakan reaksi netralisasi atau reaksi asidi alkalimetri dimana terjadi reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa sehingga menghasilkan air yang bersifat netral.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori
Titrasi asam-basa sering disebut asidi-alkalimetri, yaitu titrasi yang menyangkut reaksi dengan asam atau basa, diantaranya asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dengan basa lemah, asam lemah dengan basa kuat, asam kuat dengan garam dari asam lemah, dan basa kuat dengan garam dari basa lemah. Asidi-alkalimetri merupakan salah satu metode kimia analisa kuantitatif yang didasarkan pada prinsip titrasi asam-basa. Asidi-alkalimetri berfungsi untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan secara analisa volumetri. Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).  
   +                                H2O
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam, sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator. Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu.
Jalannya proses titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada saat dan di sekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecil-kecilnya. Larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan terbentuknya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan sifat zat asalnya. Karena hasil reaksinya adalah air yang memiliki sifat netral yang artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan. Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekivalen dengan jumlah basa. Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen adalah keadaan dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen.
Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan konsentrasi asam atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini dilakukan dengan titrasi asam-basa. Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka disebut dengan titrasi asidi-alkalimetri.
Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indiator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indiator disebut sebagai titik akhir titrasi (Dyah, 2012).
Bila suatu asam dan suatu basa yang masing-masing dalam kuantitas yang ekuivalen secara kimiawi, dicampur akan dihasilkan suatu reaksi penetralan, yang menghasilkan suatu larutan garam dalam air. Larutan ini akan benar-benar netral jika asam dan basa itu sama kuat ; kalau tidak, akan diperoleh larutan asam lemah atau basa lemah. Konsentrasi suatu larutan asam atau basa yang anu (unknown) dapat ditentukan dengan titrasi dengan larutan yang konsentrasinya diketahui. Teknik semacam itu disebut analisis volumetri (Kleinfetter, 1987).
Volumetri adalah cara analisis jumlah berdasarkan pengukuran volume larutan pereaksi berkepekatan tertentu yang direaksikan dengan larutan contoh yang sedang ditetapkan kadarnya. Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit, sampai jumlah zat-zat yang direaksikan tepat menjadi akivalen satu sama lain. Pada saat titran yang ditambahkan tampak telah ekivalen, maka penambahan titran harus dihentikan; saat ini dinamakan titik akhir titrasi. Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titran, sedangkan larutan yang ditambah titran itu disebut titrat. Dengan jalan ini, volume atau berat titran dapat diukur dengan secara teliti dan bila konsentrasi juga diketahui, maka jumlah mol titran dapat dihitung. Karena jumlah titrat ekivalen atau sama dengan jumlah titran, maka jumlah mol titrat dapat diketahui pula berdasar persamaan reaksi dan koefisiennya. Perhatikanlah sekali lagi arti ungkapan ”pereaksi telah ekivalen”, yang berarti: telah tepat banyaknya untuk menghabiskan zat yang direaksikan. Titran dan titrat tepat saling menghabiskan; tidak ada kelebihan yang satu maupun yang lain. Ini tidak selalu berarti, bahwa pereaksi dan zat yang direaksikan telah sama banyak, baik volume maupun jumlah gram atau mol-nya. Hal ini jelas, sebab jumlah yang bereaksi ditentukan oleh persamaan reaksi (Harjadi, 1987).
Titrasi adalah proses penentuan banyaknya suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh tertentu yang akan di analisis. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan-larutan yang konsentrasinya diketahui disebut analisis volumetri. Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi melibatkan pengukuran yang seksama, volume-volume suatu asam dan suatu basa yang tepat saling menetralkan (Keenan, 1998).
Proses titrasi digunakan dalam penentuan analitis banyak, termasuk melibatkan reaksi asam-basa. Indikator adalah zat yang digunakan untuk sinyal ketika titrasi tiba di titik dimana reaktan kimia sama, seperti yang didefinisikan oleh persamaan reaksi. Larutan standar adalah larutan dengan konsentrasi tepat ditentukan. Awalnya konsentrasi larutan standar ditentukan dari jumlah yang ditimbang dari sebuah standar primer, bahkan kimia referensi yang sangat dimurnikan. Larutan standar dapat dibuat dari salah satu dari dua cara (Weiner, 2010):
1.  Standar primer yang ditimbang dengan hati-hati, dilarutkan, dan diencerkan akurat untuk volume yang diketahui. Konsentrasi dapat dihitung dari data.
2.  Larutan dibuat untuk perkiraan konsentrasi dan kemudian dibakukan oleh titrasi kuantitas akurat ditimbang dari standar primer.
Larutan yang dititrasi dalam asidimetri-alkalimetri mengalami perubahan pH. Misalnya bila larutan bersifat asam dititrasi dengan larutan bersifat basa, maka nilai pH larutan mula-mula rendah dan selama titrasi terus menerus naik. Bila pH ini diukur dengan pengukur pH (pH-meter) pada awal titrasi, yakni sebelum ditambah basa dan pada waktu-waktu tertentu setelah titrasi dimulai, maka kalau pH dialurkan lawan volume titran, kita peroleh grafik yang disebut kurva titrasi.
Bila suatu indikator pH kita pergunakan untuk menunjukkan titik akhir titrasi, maka harus dipenuhi syarat-syarat berikut ini:
1.  Indikator harus berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan titrat agar tidak terjadi kesalahan titrasi.
2.  Perubahan warna itu harus terjadi dengan mendadak, agar tidak ada keragu-raguan tentang kapan titrasi harus dihentikan atau dilanjutkan.
Untuk memenuhi pernyataan (1), maka trayek indikator harus mencakup pH larutan pada titik ekivalen, atau sangat mendekatinya; untuk memenuhi pernyataan (2), trayek indikator tersebut harus memotong bagian yang sangat curam dari kurva.
Indikator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Misalnya biru bromtimol (bb); dalam larutan asam ia berwarna kuning, tetapi dalam lingkungan basa warnanya biru. Warna dalam keadaan asam dinamakan warna asam dari indikator (kuning untuk bb), sedang warna yang ditunjukkan dalam keadaan basa disebut warna basa. Akan tetapi harus dimengerti, bahwa asam dan basa disini tidak berarti pH kurang atau lebih dari tujuh. Asam berarti pH lebih rendah dan basa berarti pH lebih besar dari trayek indikator atau trayek perubahan warna yang bersangkutan. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda (Khopkar. 2003)
II.2.   Uraian Bahan
II.2.1 Alkohol (FI III: 63; HPE ed V: 41)
   Nama resmi                   : Aethanolum
   Nama Lain                    : Etanol
   RM/BM                           :  C2H6O / 46,07
   Pemerian                       :  Cairan tidak berwarna,mudah menguap, bau khas.
   Kelarutan                  :  Bercampur dengan air, praktis bercampur dengan pelarut organik.
   Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat.
   Khasiat                          :  Zat tambahan
II.2.2 Aqua Destilata (FI III: 96; HPE ed V: 825)
   Nama resmi                   : Aqua destilata
   Nama Lain                    : Air suling
   RM/BM                           :  H2O/18,02
       Pemerian                       :  Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau; tidak mempunyai rasa.
   Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik.
   Khasiat                          :  Zat tambahan
II.2.3 Asam asetat (FI IV: 45; HPE ed V: 29)
   Nama resmi                   :  Acidum Aceticum
   Sinonim                         :  Asam asetat
   RM/BM                           :  C2H4O2 / 60,05
   Pemerian                       :  Cairan jernih, tidak berwarna ; bau khas, menusuk; rasa asam yang tajam.
   Kelarutan                      :  Dapat bercampur dengan air, dan denga gliserol.
   Khasiat                          : Sampel
   Kegunaan                     : Sampel
   Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat
II.2.4 Asam sitrat (FI IV: 48; HPE ed V: 208)
   Nama resmi                   :  Acidum Citricum
   Sinonim                         :  Asam sitrat
   RM/BM                           :  C6H8O7. H2O / 210,14
   Pemerian                       :  Hablur bening, tidak berwarna atau serbuk hablur granul sampai halus, putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa sangat asam. Bentuk hidrat dalam udara kering.
   Kelarutan                      :  Sangat mudah larut dalam air; mudah larut dalam etanol, agak sukar larut dalam eter.
   Khasiat                          :  Sampel
   Kegunaan                     :  Sampel
   Penyimpanan               :  Dalam wadah tertutup baik
II.2.5 Fenolftalein (FI IV: 662; British Pharmacopoeia: 4650)
   Nama resmi                   : Phenolphthaleinum
   Sinonim                         : Fenolftalein
   RM/BM                           : C20H14O4 / 318,33
   Pemerian                       :  Serbuk hablur, putih atau putih kekuningan lemah; tidak berbau; stabil diudara.
   Kelarutan                      :  Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol; agak sukar larut dalam etanol.
   Khasiat                          : Indikator
   Kegunaan                     : Indikator
   Penyimpanan               : dalam wadah tertutup baik.
II.2.6 Kalium biftalat (FI III: 686)
   Nama resmi                   :  Kalium hidrogenftalat 
   Nama lain                      :  Kalium biftalat
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/e/ea/Potassium-hydrogen-phthalate-2D-skeletal.png/120px-Potassium-hydrogen-phthalate-2D-skeletal.png   RM/BM                           :  CO2H.C6H4.CO2K/204,2 
   Pemerian                       :  Serbuk hablur, putih tidak berwarna
   Kelarutan                      :  Larut perlahan-lahan dalam air, larutan jernih
   Khasiat                          :  Larutan baku primer
   Kegunaan                     :  Larutan baku primer
   Penyimpanan               :  Dalam wadah tertutup baik
II.2.7 Natrium hidroksida ( FI IV: 589 )
   Nama resmi                   :  Natrii Hydroxidum
   Sinonim                         : Natrium hidroksida
   RM/BM                           : NaOH / 40,00
   Pemerian                       :  Putih atau praktis putih, massa  melebur, berbentuk pelet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Keras, rapuh dan menunjukan pecahan hablur. Bila dibiarkan diudarah akan cepat menyerap karbon dioksida dan lembab.
   Kelarutan                      :  Mudah larutdalam air dan etanol.
   Khasiat                          :  Pelarut      
   Kegunaan                     :  Zat tambahan
   Penyimpanan               :  Dalam wadah tertutup rapat.

BAB III
METODE KERJA
III.1      Alat dan Bahan
III.1.1  Alat
1.      Batang pengaduk
2.      Botol  100 mL
3.      Buret
4.      Gelas ukur
5.      Gelas kimia
6.      Kaca arloji
7.      Kertas perkamen
8.      Labu erlenmeyer
9.      Neraca analitik
10.   Pipet tetes
11.   Satif dan klem
III.1.2  Bahan
1.      Alkohol (C2H6O)
2.      Aluminium foil
3.      Aquadest (H2O)
4.      Asam asetat (C2H4O2)
5.      Asam sitrat (C6H8OH)
6.      Kalium biftalat (CO2.C6H4.CO2K)
7.      Natrium Hidroksida (NaOH)
III.2      Cara Kerja
III.2.1  Pembuatan Air Bebas CO2
1.      Disiapkan alat dan bahan yang digunakan
2.      Diukur air sebanyak 500 mL
3.      Ditempatkan pada gelas kimia
4.      Dipanaskan menggunakan kompor listrik selama 15 menit dan tutup dengan aluminium foil
5.      Didiamkan hingga dingin
III.2.2  Pembuatan Larutan NaOH
1.      Disiapkan alat dan bahan
2.      Ditimbang saksama 20 g NaOH
3.      Dilarutkan dengan 500 mL air bebas CO2
4.      Diaduk homogen
III.2.3  Pembakuan NaOH 1N dan Kalium Biftalat
1.      Disiapkan alat dan bahan
2.      Ditimbang saksama kalium biftalat 0,3 g
3.      Dikeringkan pada oven dengan suhu 1500C kurang lebih 30 menit
4.      Dilarutkan kalium biftalat dalam 75 mL air bebas CO2
5.      Diaduk hingga larut dan homogen
6.      Dipipet sebanyak 3 mL larutan kalium biftalat dalam erlemeyer
7.      Dititrasi dengan NaOH menggunakan indikator fenoftalin sebanyak 3 tetes sampai terbentuk larutan baku NaOH 1N yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah bata.
III.2.4  Pembuatan Larutan Asam Sitrat
1.      Ditimbang sebanyak 300 mg
2.      Dimasukan kedalam labu yang sudah ditara
3.      Dilarutkan dalam 100 mL air bebas CO2
4.      Diaduk hingga larut dan homogen
5.      Dipipet sebanyak 20 mL kedalam erlenmeyer
6.      Ditetesi indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes
7.      Ditetesi dengan NaOH 1N smapai terjadi perubahan warna
III.2.5  Pembuatan Larutan Asam Asetat
1.      Diukur sebanyak 20 mL
2.      Dimasukan kedalam labu yang sudah ditara
3.      Dilarutkan kedalam 20 mL air bebas CO2
4.      Diaduk hingga larut dan homogen
5.      Dipipet sebanyak 20 mL kedalam erlenmeyer
6.      Ditetesi indikator fenoftalein sebanyak 3 tetes
7.      Ditetesi dengan NaOH 1N smapai terjadi perubahan warna      
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
IV.1     Tabel Hasil Pengamatan
IV.1.1  Penentuan Kadar Asam Sitrat



Vol.titran (mL)



sampel
Vol.titran
V 1
V 2
X
Indikator
Perubahan warna
As.sitrat
50 mL
5,7 mL
6 mL
5,9 mL
Fenolftalein
Bening keunguan muda

IV.1.2  Penentun Kadar Asam Asetat



Vol.titran (mL)



Sampel
Vol.titran
V 1
V 2
X
Indikator
Perubahan warna
As.asetat
50 mL
33,3 mL
25,5 mL
29,4 mL
Fenolftalein
Bening keunguan muda

IV.2     Perhitungan
IV.2.1 Penentuan Kadar Asam Sitrat
a.    % kadar asam sitrat
Dik :  m             = 300 mg
          Vtitran           = 2 mL
          N              = 1
          Valensi   = 3
          BM           = 192,12
          BE           = 192,12/3     = 64,04
Dit : % b/b asam sitrat = ...?
            Penyelesaian:   % b/b = Ntitran x Vtitran x BEtitran x 100%
                         mg titran
% b/b  = 1N x 2 mL x 64,04 x 100% 
                                300 mg
                     = 42,69%
b.    pH asam sitrat
Asam sitrat adalah asam lemah sehingga perhitungan pH menjadi :
Dik : Ka   = 7,1 x 10-4
          m    = 0,3 g
          Mr   = 192,12
          V    = 3 mL = 0,003 L
            Dit : pH   = ...?
            Penyelesaian :
                 M  = g / Mr / V
                      = 0,3 / 192,12 / 0,003
                      = 0,52 M
        [H+] =
= -4 x 0,52
=-4
= 1,92 .10-2
                               pH = -log [H+]
                                      = -log 1,92 x 10-2
                                      = 1,7
            Jadi, pH asam sitrat adalah 1,7
IV.2.2 Penentuan Kadar Asam Cuka
a.    % kadar asam cuka
Dik : Vtitran         = 29,4 mL
BM          = 60
N             = 1
Valensi = 1
BE           = BM/V   =  60/1  = 60
V                         = 20 mL
Dit : % b/v asam asetat =...?
Penyelesaian :
%b/v      = Vtitran x Ntitran x BEtitran x 100%
                                                                                mL x 1000
%b/v     = 1 N x 29,4 mL x 60 x 100%
                                                                20 mL x 1000
                                    = 8,82%
b.     pH asam asetat
       Dik : Ka           = 1,8.10-5
                     m            = 20 mL = 0,02 L
                     Mr          = 60
                     V            = 20 mL = 0,02 L
            Dit  : pH asam asetat =...?
            Penyelesaian :
              M    = g / Mr / V
                     = 0,02 / 60 / 0,02
                     = 0,016 M
            [H+]   =
                     = -5 x 0,016 N
                     = -5 x 1,6 x 10-3 N
                     = 1,7 x 10-4
              pH = -log [H+]
                     = -log (1,7 x 10-4)
                     = 2,3
Jadi, pH asam asetat adalah 2,3
IV.3     Reaksi-reaksi
IV.3.1 Reaksi Kalium Biftalat Dengan Natrium Hidroksida
                                    Reaksi antara kalium biftalat dengan natrium hidroksida adalah sebagai berikut:
CO2H.C6H4.CO2K + NaOH             C6H4O2.CO.NaOK + H2O
IV.3.2 Reaksi Asam Asetat Dengan Natrium Hidroksida
            Reaksi antara asam asetat (CH3COOH) dengan natrium hidroksida menghasilkan garam dan air yang bersifat netral, sesuai dengan reaksi di bawah ini:
CH3COOH + NaOH                         CH3COONa + H2O
IV.3.3 Reaksi Asam Sitrat Dengan Natrium Hidroksida
            Reaksi antara asam sitrat (C6H8O7) dengan natrium hidroksida (NaOH) dapat dilihat seperti reaksi di bawah ini :
C6H8O+ NaOH                   C6H7O7Na + H2O


BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dilakukan percobaan titrasi asidimetri dan alkalimetri untuk menentukan kadar asam sitrat dengan natrium hidroksida dan asam asetat dengan natrium hidroksida.
V.1    Pembakuan Natrium Hiroksida 1N dengan Kalium Biftalat
Sebelum penentuan pembuatan dan pembakuan Natrium Hidroksida 1N, terlebih dahulu dibuat air bebas Karbon dioksida dengan cara memanaskan 500 mL air pada kompor listrik selama 15 menit dan ditutup menggunakan aluminium foil. Setelah air dipanaskan hingga 15 menit, kemudian air didinginkan.
Setelah pembuatan air bebas karbon dioksida, dilanjutkan dengan percobaan pembuatan dan pembakuan larutan NaOH 1N dengan kalium biftalat. Sebelum pembakuan, dibuat larutan NaOH dengan cara melarutkan 20 g NaOH kedalam 500 mL air bebas CO2. Tujuan dari penggunaan air bebas CO2 karena di dalam air, CO2 dapat bereaksi dengan air menjadi H2CO3 sehingga titrasi yang dilakukan menjadi tidak tepat lagi (Primandaru Widjaya, 2009).
Setelah pembuatan larutan NaOH, dilanjutkan dengan pembakuan larutan NaOH 1N diawali dengan proses pengeringan 0,3 g kalium biftalat kedalam oven dengan suhu 150ºC ± 30 menit yang kemudian dilarutkan kedalam 75 mL air bebas CO2. Adapun tujuan pengeringan adalah untuk menghilangkan kadar H2O dan zat yang mudah menguap (Ecko, 2012). Setelah larut dan homogen, sebanyak 3 mL larutan kalium biftalat dimasukan kedalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 3 tetes indikator phenolphthalein dan dititrasi dengan larutan NaOH. Dari percobaan ini terbentuk larutan baku NaOH 1N yang ditandai dengan perubahan warna pada larutan menjadi merah bata. Adapun tujuan dari penambahan indikator PP adalah untuk mengetahui titik akhir titrasi yaitu berupa perubahan warna maupun endapan (Djibran, 2012).
V.2    Penetapan Kadar Asam Sitrat
Percobaan yang selanjutnya adalah titrasi asam sitrat (C6H8O7). Dimana pada percobaan ini digunakan larutan asam sitrat yang dibuat dengan cara melarutkan 300 g asam sitrat kedalam 100 mL air bebas CO2. Setelah larut dan homogen, dimasukan sebanyak 20 mL kedalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan dengan indikator phenolphthalein sebanyak 3 tetes, kemudian dititrasi dengan larutan NaOH. Indikator ini dipilih karena ada asam lemah dan basa kuat yang digunakan dalam proses titrasi. Pada larutan asam indikator ini tidak berwarna, sedangkan pada larutan basa akan memberikan warna merah (Ahmad, 2012).  Adapun tujuan dari penambahan indikator PP adalah untuk mengetahui titik akhir titrasi yaitu berupa perubahan warna maupun endapan (Djibran, 2012). Perubahan yang terjadi pada larutan asam sitrat setelah dititrasi dengan larutan NaOH adalah perubahan warna larutan yang semula berwarna bening berubah menjadi warna ungu muda. Perubahan warna ini terjadi akibat penambahan titran natrium hidroksida (NaOH) pada sampel yang membuat larutan mengalami perubahan warna menjadi ungu muda. Dapat dikatakan bahwa, larutan telah memiliki pH di atas 7 (Restu, 2012).
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, percobaan ini diulang kembali dengan langkah seperti pada percobaan yang pertama. Pada percobaan kedua ini dihasilkan warna yang sama dengan percobaan pertama yakni warna ungu muda, tetapi jika pada percobaan yang pertama larutan NaOH yang terpakai sebanyak 3 mL, pada percobaan kedua larutan NaOH yang terpakai sebanyak 1 mL, sehingga jika dirata-ratakan jumlah NaOH yang terpakai pada percobaan yang pertama dan kedua adalah 2 mL.
V.5    Penetapan Kadar Asam Asetat
Percobaan yang terakhir adalah titrasi asam asetat. Cara kerja pada percobaan ini sama dengan percobaan titrasi asam sitrat. Namun pada percobaan ini larutan yang digunakan adalah larutan asam asetat sebanyak 20 mL yang dilarutkan kedalam 20 mL air bebas CO2. Untuk perlakuannyapun sama dengan percobaan titrasi asam asetat yakni menggunakan indikator phenolphthalein sebanyak 3 tetes dan dititrasi menggunakan larutan NaOH. Adapun warna yang dihasilkan pada percobaan ini adalah warna ungu muda, tetapi untuk jumlah dari titran yang terpakai untuk percobaan yang pertama 33 mL. Untuk keakuratan data, percobaan ini diulang kembali dengan menggunakan titran yang sama. Titran yang terpakai pada percobaan kedua sebanyak 25 mL, sehingga jika dirata-ratakan antara percobaan pertama dan kedua, jumlah titran yang terpakai adalah 29 mL. Penambahan titran natrium hidroksida (NaOH) membuat larutan mengalami perubahan warna menjadi merah muda. Dapat dikatakan bahwa, larutan telah memiliki pH di atas 7 (Restu, 2012).
Berdasarkan banyaknya titran NaOH yang digunakan untuk menghasilkan perubahan warna pada kedua larutan asam tersebut, untuk larutan asam asetat rata-rata titran NaOH yang terpakai adalah  lebih banyak 29 mL, sedangkan untuk larutan asam sitrat yakni rata-rata titran NaOH yang terpakai adalah 2 mL. Jika dibandingkan antara keduanya, ternyata larutan asam asetat membutukan banyak titran untuk menghasilkan perubahan warna. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar asam yang terdapat pada asam asetat sehingga dalam penambahan larutan yang bersifat basa yang dalam hal ini adalah natrium hidroksida, dibutuhkan larutan dalam volume besar untuk penyetaraan kadar asam dan basah atau untuk pencapaian titik ekuivalen (Taher, 2013).


BAB VI
PENUTUP
VI.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah di lakukan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.    Dengan menggunakan prinsip asidimetri dan alkalimetri, dapat ditetapkan kadar dari asam sitrat adalah 42,69%, sedangkan untuk asam asetat adalah 8,82%.
2.    Adapun nilai pH dari asam asetat adalah 2,3 sedangkan asam sitrat adalah 1,7.
VI.2. Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan adalah sebagai berikut:
1.     Untuk praktikan
Diharapkan kepada praktikan agar lebih teliti lagi dalam melakukan praktikum, karena apabila terjadi sedikit saja kesalahan akan berakibat pada hasil akhir titrasi.
2.     Untuk laboratorium:
Kepada pengelola laboratorium agar supaya dapat melengkapi peralatan yang digunakan dalam proses praktikum, karena salah satu faktor yang menetukan berhasil tidaknya praktikum bergantung pada sediaan alat dalam laboratorium.



DAFTAR PUSTAKA
APhA. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients. Pharmaceutical Press: London
Departmen of Health. 2009. British Pharmacopoeia. Medicines and Healthcare products Regulatory Agency: London
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen kesehatan RI: Jakarta
Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen kesehatan RI: Jakarta
Djibran. 2012. Titrasi Argentomerti (Online) (http://alandjibran.blogspot. com/2012/01/titrasi-argentometri.html, diakses: 19 April 2013, 15:45 WITA)
Dyah, P. 2012. Asidi Alkalimetri. Universitas Islam Negeri Gunung Jati: Bandung
Ecko. 2012. Gravimetri. (Online) (http://eckho.webs.com/ddka.htm. diakses: 24 April 2013, 21:35 WITA)
Harjadi, W. 1987. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia: Jakarta
Keenan, Charles W. 1980. Ilmu Kimia untuk Universitas. Edisi VI.  422. Erlangga: Jakarta
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia:  Jakarta

Restu. 2012. Titrasi Asidimetri dan Alkalimetri (Online) (http://restuossapu tra.blogspot.com/2012/11/laporan-titrasi-asidimetri-dan.html, diakses: 19 April 2013, 15:40 WITA)

Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Dasar. Gajah Mada Universitas Press: Jogjakarta

Taher. 2013. Penentuan Kadar Asam dengan Metode titrasi asam basa. (Online) (http://chemist-try.blogspot.com/2013/01/penentuan-kadar-asam-dengan-metode.html. diakses: 24 April 2013, 21:27 WITA)

Weiner, Susan A. 2010. Introduction to Chemical Principles 7 th edition 268. Cengage Learning: USA

Widjaya, P. 2009. Penentuan kadar Karbonat dan Hidrogen Karbonat melalui Titrasi Asam Basah. ITB: Bandung

2 comments:

 

Klik Like Untuk Melanjutkan, Mohon Bantuannya Untuk Menyebarluaskan Artikel Ini

Powered By Riu Etsu Kazuo and Aku Anak Farmasi