POTENSI EKSTRAK BIJI MAHONI
(SWIETENIA MACROPHYLLA)
DAN AKAR TUBA (DERRIS ELLIPTICA) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN HAMA CAISIN
Bayo Alhusaeri Siregar,
Didiet Rahayu
Diana, Herma Amalia
PS Proteksi Tanaman, Institut Pertanian
Bogor, Bogor
ABSTRAK
Serangan hama utama caisin yaitu Crocidolomia pavonana, Plutella xylostella, dan Phyllotetra sp.
menjadi kendala utama
dalam pengembangan
budidaya caisin (Brassicaceae). Petani biasa menggunakan pestisida sintetik dalam pengendalian
hama  caisin.
 Akan  tetapi,  pemakaian 
pestisida
 sintetik  secara
 terus-menerus
dapat  menyebabkan  kerusakan
 lingkungan
 dan
 bahaya  keracunan.  Dampak negatif yang disebabkan oleh pestisida
sintetik, menjadikan pestisida nabati sebagai alternatif dalam pengendalian hama dan
 penyakit  tanaman. Dalam 30 tahun terakhir, tidak kurang dari 1500
tanaman telah dilaporkan aktif terhadap
serangga. Laporan aktivitas
insektisida
paling sering melibatkan jenis-jenis tumbuhan dari famili Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan
Rutaceae.  
Salah  satu  ekstrak
 tumbuhan  yang
 efektif  dalam  mengendalikan
serangga adalah Swietenia  macrophylla dan Derris elliptica. Tujuan penelitian
ini
adalah untuk menguji keefektifan  ekstrak 
biji mahoni dan akar tuba dalam mengendalikan hama caisin di lapang. Lahan pertanaman caisin dibagi dalam 5 petak
 untuk
 5
 ulangan.
 Masing-masing  petak
 terdiri
 dari  10  bedengan
 yang dibagi untuk 5 perlakuan. Jenis
perlakuan antara lain: (1)
ektrak mahoni 5%, (2) ekstrak akar tuba
5%,
(3) mahoni 2,5% + akar tuba 2,5%, (4) Insektisida
pembanding  Baccilus thuringiensis 2 g/L, dan (5) kontrol (air+detergen). Pada tiap petak perlakuan dipilih  20 tanaman contoh secara acak. Parameter yang diamati yaitu populasi hama yang ditemukan 
dan intensitas kerusakan. Ekstrak
mahoni 5% dapat menyelamatkan kehilangan hasil terbesar dibandingkan bahan
ekstrak
 lain.  Sedangkan ektrak  akar tuba  5% memiliki toksisitas 
yang  sangat
tinggi untuk ketiga spesies
hama yang diamati yaitu Phyllotetra sp., Crocidolomia
pavonana,  dan  Plutella xylostella
 dibuktikan  dengan  jumlah populasi  terkecil. Ekstrak mahoni bekerja sebagai antifeedent sedangkan akar tuba sebagai racun perut dan
kontak. Kedua ekstrak ini mengandung senyawa
Rotenon.
Kata Kunci :
Pestisida nabati,
akar tuba, biji mahoni,  antifeedant, rotenon.
PENDAHULUAN
Salah satu kendala dalam upaya pengembangan tanaman caisin (Brassicaceae) 
 adalah   serangan   ulat   tanaman   kubis,   seperti   Crocidolomia
pavonana dan  Plutella xylostella yang dapat menyebabkan kegagalan bila tidak segera dikendalikan (Sastrosiwojo 1975). Menurut Uhan (1993)
kerusakan yang
disebabkan C. pavonana
dapat menurunkan hasil baik kualitas maupun kuantitas, karena menyebabkan kerusakan krop kubis  bahkan tidak bisa membentuk krop.
Kehilangan hasil akibat C. pavonana dapat mencapai
65.8%. Menurut Kalshoven
(1981) keberadaan
pada tanaman sawi dapat menyebabkan kerugian
100%.
Petani  sampai
 saat
 ini
 masih
 mengandalkan  penggunaan  insektisida sintetik untuk mengendalikan hama tanaman sayuran, salah satunya terhadap C. Pavonana.
 Namun,  penggunaan
 insektisida
 yang  berlebihan  dapat  membunuh
serangga
 lain 
 yang  
merupakan   musuh 
 alaminya.   Selain   itu,   penggunaan
insektisida
 yang
 kurang  bijaksana
 juga
 dapat
 menimbulkan  berbagai  dampak
klasik   lain  
seperti,   resistensi   dan   resurjensi   hama   sasaran,  
bahaya   bagi
penggunaan dan konsumen serta 
pencemaran lingkungan secara umum (Balk&
Koeman
1984; Metcalf 1986)
Untuk   menyikapi   dampak   negatif 
 penggunaan   insektisida   sintetik, sekarang banyak diteliti dan dikembangkan insektisida botani yang lebih aman dan ramah bagi lingkungan. Disamping itu, beberapa insektisida dapat disiapkan secara sederhana yang persiapannya dapat dilakukan dengan mudah di kalangan
petani.
Dalam 30 tahun terakhir, tidak kurang dari 1500 tanaman telah dilaporkan
aktif terhadap serangga (Grainge & Ahmed 1988; Jacobson 1990, Hedin et al
1997).   Laporan   aktivitas 
 insektisida   paling 
 sering   melibatkan   jenis-jenis tumbuhan
 dari  famili
 Meliaceae,
 Annonaceae,
 Asteraceae,
 Piperaceae,  dan
Rutaceae (Arnason
et
al. 1989; Prijono et al.
1995;
Prakash
& Rao 1997).
Insektisida dari tanaman
Meliaceae umumnya bersifat racun yang bekerja lambat serta  memiliki efek penghambat makan dan menghambat perkembangan (Prijono 1998). Penelitian Genus Swietenia (mahoni) sekarang ini semakin berkembang. Dadang dan Ohsawa (2000)  melaporkan ekstrak biji S. mahagoni pada   konsentrasi  
5%   dapat   memberi   penghambatan   makan   100% 
 larva P.xylostella. Menurut Prijono (1998)
ekstrak biji mahoni pada konsentrasi 0.25%
dapat menyebabkan kematian larva C. pavonana 10.4% pada instar 2
dan
43.7 % pada instar 2-3  dengan residu
pada
daun brokoli yang dipaparkan
selana dua hari.
Selain famili Meliaceae, akar tuba telah lebih dahulu dimanfaatkan dalam pengendalian 
hama. Berdasarkan pengalaman di masyarakat, akar tuba ternyata lebih  toksik
 dibandingkan
 ’pyrethrin’
 yang  merupakan  pestisida  nabati
 tertua yang diperoleh dari ekstrak bunga  Chrysanthemum cinenariafolium. Akar tuba
sangat potensial dalam
pengendalian hama
karena
tidak berbahaya terhadap
mamalia,
akan tetapi sangat toksik terhadap
ikan
dan hewan air lainnya.
Akar tuba mengandung senyawa rotenon  yang diidentifikasi  merupakan senyawa  
dengan  rumus
 molekul
 C23H22O
 dan  sangat  potensial
 melawan beberapa hama. Senyawa  ini bersifat insektisida kontak dan racun perut dengan
daya racun yang lamabat. Dilaporkan rotenon bersifat racun pada C.
pavonana , P.
Interpunctella,  Idiocerus 
sp.  Dan
 Aonidiella  aurantii
 (Prakash
 &
 Rao  1997). Prijono (1995) melaporkan, bahwa ektrak akar tuba mampu membunuh 85% populasi Cricodolomia
pavonana pada stadia pupa.
Keberhasilan pengendalian
 menggunakan  biji
 mahoni
 dan  akar
 tuba  di
laboraturium  akan  dilakukan  pengujian  di  lapangan.  Hal  ini
 dilakukan
 karena belum diketahui  dampak terhadap lingkungan secara langsung. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan langsung di lahan pertanaman.
Tujuan  penelitian  ini  yaitu  untuk
 mengetahui
 keefektifan  ekstrak  biji mahoni dan  akar tuba dalam mengendalikan hama caisin di lapangan. Manfaat
yang dapat diambil yaitu  dihasilkannya produk
insektisida dari ekstrak tanaman biji mahoni dan akar tuba yang efektif dalam pengendalian hama tanaman kubis
yang ramah bagi lingkungan
dan aman
bagi konsumen.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini
 dilaksanakan  di  Laboratorium
 Fisiologi  dan  Toksikologi, Departemen  Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor dan di lahan pertanian daerah  Cinangneng,   Kecamatan  Ciampea,
 Bogor
 mulai
 bulan  April  sampai dengan
November
2005.
Sumber Ekstrak.
Biji mahoni dan akar tuba diperoleh dari pekarangan rumah penduduk
di
daerah Jawa Timur dan
Kebun
Raya Bogor di daerah Jawa Barat.
Penanaman Kubis
Penanaman kubis dilakukan pada lahan seluas 600 m2   yang disewa dari
petani. Lahan tersebut dibagi dalam lima
petak. Masing-masing petak terdiri dari sepuluh bedengan 
untuk lima perlakuan dengan lima kali ulangan. Setiap petak memiliki luas 10 m × 5 m. Pengolahan awal dan pemeliharaannya dilakukan oleh petani.
Pembuatan Ektrak
Biji mahoni dan akar tuba yang akan diekstrak dikeringkan terlebih dahulu selama 24 jam dalam
suhu kamar. Kemudian dihaluskan dengan blender. Serbuk
tanaman
 yang  diperoleh
 diayak
 dengan  menggunakan
 ayakan
 1
 mm.  Jumlah ekstrak yang dibutuhkan kurang lebih satu kilogram bobot
kering yang telah
diblender. Kedua serbuk tanaman uji kemudian masing-masing dicampur dengan
air  dengan
 perbandingan
 50
 gram serbuk
 untuk  setiap  1000 
ml  air.  Langkah
selanjutnya adalah dengan penambahan
detergen secukupnya sebagai pelarut. Campuran
 tersebut  disaring 
dengan  corong  gelas  yang  diamati  kain
 kasa. Kemudian disimpan di tempat yang
dingin atau jauh dari penyinaran matahari
langsung.
Perlakuan Dan Pengamatan di Lapangan
Pada tanaman  percobaan
 dilakukan  lima
 perlakuan  aplikasi
 insektisida masing-masing lima ulangan yang terbagi dalam petak-petak tanaman. Perlakuan
insektisida tersebut adalah:
 Ekstrak mahoni 5%
 Ekstrak akar tuba 5%
  Ekstrak campuran mahoni  2,5%dan akar tuba 2.5%
  Insektidida pembanding Bacillus thuringiensis 2 gram/liter
  Control air dan
detergen
Pada setiap petak perlakuan dipilih 20 tanaman contoh yang dipilih secara acak
(bukan tanaman
pinggir). Tanaman contoh tersebut kemudian diamati sampai
panen.
Pengamatan pertama dilakukan satu minggu setelah tanam
(MST). Pada pengamatan pertama ditemukan populasi Phyllotetra sp,
P. Xylostella dan
C. Pavonana pada jumlah yang
telah melebihi ambang ekonomi (AE) sehingga harus dilakukan penyemprotan. Pengamatan  berikutnya dilakukan pada interval waktu satu minggu. Penyemprotan pertama dilakukan satu
hari
setelah pengamatan pertama.
 Pada  setiap  pengamatan  diamati  jumlah  populasi  hama  dan  tingkat
kerusakan  tanaman.  Selama  waktu
 penelitian  penyemprotan  yang
 dilakukan
sebanyak
 dua   kali   dan   pengamatan   yang   dilakukan   sebanyak   tiga   kali. Pengamatan terakhir dilakukan pada satu hari sebelum panen.
Analisis Data
Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok. Data-data yang
diperoleh  dari percobaan, seperti jumlah populasi hama dan tingkat kerusakan yang
disebabkan oleh C. Pavonana, P. Xylostella dan hama caisin lainnya diolah
dengan menggunakan sidik ragam, yang dilanjutkan dengan uji selang berganda
Duncan
pada
taraf 5%.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1.
Rata-rata populasi Phyllotetra sp.
setelah tiga kali pengamatan

Gambar 1.    Pengaruh
lima jenis perlakuan terhadap
populasi hama Phyllotetra
sp. pada caisin.
Tabel 2.
Rata-rata populasi Plutella xylostella. setelah tiga kali pengamatan

 *   Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak
*   Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak
berbeda nyata dengan uji Duncan pada selang kepercacayaan 95%.
Gambar 2.    Pengaruh lima jenis perlakuan
terhadap populasi hama Plutella
xylostella pada caisin.
Tabel 3. Rata-rata populasi Crocidolomia pavonana setelah tiga kali pengamatan

* 
 Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak
berbeda nyata dengan uji Duncan pada selang kepercacayaan 95%.
Gambar 3.    Pengaruh
lima jenis perlakuan terhadap populasi hama Crocidolomia pavonana
 pada   caisin
Tabel 4.
Rata-rata luas serangan (%) hama caisin pada daun

 *   Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak
*   Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak
berbeda nyata dengan uji Duncan pada selang kepercacayaan 95%.
PEMBAHASAN
Pengamatan dilakukan untuk
melihat populasi serangga hama caisin di
lapang dan tingkat serangannya. Hama caisin yang
didapat di lapang, yaitu larva
Plutella xylostella, larva  Crocidolomia pavonana, dan kumbang Phyllotetra sp.
Pada pengamatan terhadap populasi 
hama  Phyllotetra sp. pada masing-masing petak perlakuan menghasilkan jumlah yang  berbeda-beda. Perlakuan akar tuba
mampu menekan populasi hama paling
cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya.  Perlakuan  ekstrak
 mahoni
 mampu
 mengurangi  populasi  hama  seperti pada
 perlakuan
 ekstrak
 akar  tuba,
 tetapi
 dengan  waktu
 yang  relatif  lambat (gambar 1).
Pada tabel 1 menunjukan pengaruh perlakuan terhadap jumlah populasi
Phyllotetra
 sp.  yang ditemukan pada tiga waktu pengamatan. Pada tiga waktu
pengamatan 
 tersebut    menunjukan   bahwa    perlakuan    ekstrak    akar    tuba
menyebabkan  populasi Phyllotetra sp. yang paling rendah. Selain itu perlakuan akar  tuba
 berbeda  nyata  dengan
 perlakuan  lainnya  dan
 kontrol.
 Sedangkan penggunaan insektisida pembanding berbahan aktif B. thuringensis tidak berbeda
nyata dengan kontrol.
Hama lain yang
menyerang caisin adalah larva Plutella xylostella. Pada pengamatan
 pertama populasi larva tersebut  sudah tinggi.  Setelah  pengamatan kedua, terjadi penurunan
 populasi larva P. xylostella yang sangat drastis pada
perlakuan ekstrak akar tuba. Hal ini
menunjukan bahwa ekstrak akar tuba
menyebabkan mortalitas tertinggi secara cepat. Namun 
pada akhir pengamatan, populasi P. xylostella terendah didapat pada perlakuan ekstrak mahoni (Gambar
2). Meskipun demikian, rata-rata populasi P. xylostella pada tiga pengamatan menunjukan bahwa ekstrak akar tuba mampu menghasilkan populasi terendah
diikuti oleh campuran ekstrak akar tuba dan mahoni, ekstrak mahoni, dan
insektisida pembanding (Tabel 3).
Selain P.xylostella  dan  Phyllotetra  sp.
 hama
 penting  lain  pada
 caisin adalah  
Crocidolomia  pavonana.  Hama
 ini  belum  terlihat  pada  pengamatan pertama,
 namun   populasi  C.  pavonana
 semakin  meningkat
 seiring  dengan
pembentukan krop caisin.  Berdasarkan hasil pengamatan semua perlakuan yang diberikan,  perlakuan  yang
 paling  
efektif   dalam
 menekan
 laju  peningkatan populasi C. pavonana adalah perlakuan dengan ekstrak akar tuba.
Penggunaan   ekstrak   akar    tuba 
 dan   ekstrak   biji   mahoni   dalam
mengendalikan hama caisin memberikan hasil yang nyata. Penurunan populasi hama caisin  terbesar terjadi pada perlakuan ekstrak akar tuba. Menurut Prijono (2003) akar tuba mengandung bahan aktif rotenon yang bersifat sebagai racun
perut dan kontak, bekerja sebagai racun respirasi sel, serta aktif terhadap berbagai
jenis serangga pemakan daun
dan bertubuh lunak.
Rotenoid merupakan
 racun
 penghambat  metabolisme
 dan  sistem  syaraf yang
bekerja perlahan. Serangga yang teracuni sering
mati karena kelaparan yang
disebabkan oleh kelumpuhan alat-alat mulutnya. Namun demikian, rotenon relatif
aman bagi kesehatan manusia serta mudah terdegradasi oleh sinar matahari dan
udara terbuka (Kardinan 2002).
Biji mahoni yang juga dapat menurunkan populasi hama caisin telah lama dikenal sebagai insektisida botani. Menurut Dadang dan Ohsawa (2000) ekstrak biji S. mahagoni
pada konsentrasi 5% dapat memberi penghambatan makan 100%
larva P.xylostella yang
dielusi dengan 2% metanol dalam diklorometana. Sedangkan pada konsentrasi 2% ekstrak biji mahoni ini dapat menyebabkan penghambatan makan
92,9% larva P. xylostella. Selain itu
menurut Prijono (1998) ekstrak biji mahoni pada konsentrasi 0.25% dapat menyebabkan kematian larva C.
pavonana 10.4% pada instar 2 dan 43.7 % pada instar 2-3 dengan residu pada
daun brokoli yang dipaparkan
selama dua hari.
Masing-masing
bagian tanaman mahoni mengandung senyawa yang
berbeda-beda.  Pada kulit batang mengandung senyawa triterpenoid yang dapat
diekstrak
dengan menggunakan
heksana,
sedangkan biji mahoni mengandung
senyawa
 flavonoid  dan
 saponin  yang  diekstrak
 dengan
 menggunkan
 metanol. Salah satu senyawa flavonoid yang dapat berperan sebagai insektisida adalah
rotenon (Sianturi 2001). Menurut
Prijono (2003), mahoni juga mengandung
senyawa limonoid yang bersifat sebagai antifeedant.
Berdasarkan  hasil
 pengamatan
 terhadap  tingkat  kerusakan,
 pada  lahan
caisin yang
memperoleh perlakuan menunjukan tingkat kerusakan yang berbeda-
beda
pada setiap perlakuan. Pada petak dengan perlakuan ekstrak
mahoni
menunjukan tingkat kerusakan yang
paling rendah, diikuti pestisida pembanding
berbahan aktif Bacillus thuringensis (2
gram /liter), kemudian ekstrak akar tuba
dan
campuran ekstrak akar tuba + biji mahoni. Tingkat
 kerusakan pada daun caisin
mengakibatkan daun
tidak
dapat dipasarkan
sehingga petani sering mengalami kerugian.
Perbedaan tingkat kerusakan ini disebabkan oleh cara kerja penghambatan oleh masing-masing  ekstrak  yang  berbeda.
 Biji
 mahoni
 memberikan
penghambatan berupa antifeedant yang
dapat menyebabkan ulat (larva serangga)
melakukan penolakan untuk memakan daun caisin sampai residu ektrak mahoni terdegradasi dari permukaan daun caisin. Sehingga tingkat kerusakan yang terjadi
sangat kecil.
Berbeda dengan biji mahoni, ektrak akar tuba bersifat racun kontak dan racun perut.  Sebagai racun kontak, serangga akan mengalami kematian apabila terjadi
 kontak  langsung
 dengan  ekstrak.  Cara
 kerja
 kontak
 ini  tidak
 dapat
mematikan  serangga   yang
 tidak   mengalami   kontak
 dengan
 ekstrak
 secara langsung sehingga serangga masih
 dapat melakukan perusakan pada daun caisin. Sebagai racun perut, ekstrak akar tuba meracuni serangga setelah serangga memakan
 daun caisin, sehingga  perusakan  daun caisin tetap  terjadi  walaupun setelah 
itu  serangga  mati.
 Hal
 ini  menunjukan
 bahwa
 ekstrak  mahoni
 paling
efektif  dalam
 upaya
 pengendallian
 hama  caisin
 sebab  dapat  menyelamatkan
kehilangan
hasil paling
besar dibandingkan bahan ekstrak lain.
KESIMPULAN
Ekstrak mahoni 50 g/L yang diaplikasikan pada pertanaman caisin dapat
menyelamatkan
 kehilangan
 hasil  terbesar
 dibandingkan  bahan  ekstrak  lain.
Dibuktikan  dengan intensitas kerusakan yang ditimbulkan hama paling rendah
pada
pertanaman caisin yang memperoleh
perlakuan ekstrak mahoni.
Ektrak akar  tuba  50  g/L  memiliki
 toksisitas  yang
 sangat  tinggi
 untuk ketiga spesies hama yang
diamati yaitu Phyllotetra sp., Crocidolomia pavonana,
dan
Plutella
xylostella. Hal ini menunjukan bahwa kandungan senyawa yang terdapat dalam akar
tuba
bersifat toksik
dan
dapat mematikan serangga sehingga efektif
untuk
pengendalian
hama caisin.
DAFTAR PUSTAKA
Arnanson JT, Phylogene BJ, Morand
P, editor. 1989. Insecticides of Plant Origin.
Washington DC:ACS.
Balk F, Koeman JH. 1984. Future Hazard from Pesticides Use With Special
Reference  to
 West  Africa
 and
 South-Asia.
 Gland
 (Switzerland):IUCN. Dadang, Ohsawa K. 2000. Penghambatan aktivitas makan larva Plutella xylostella L. (Lepidoptera:Yponomeutidae) yang diperlakukan ektrak biji Swietenia
mahogani Jacq (Meliaceae). Bul HPT 12:
27-32.
Grainge M, Ahmed S. 1988. Handbookof Plant with Pest Control Properties.
New York: J. Wiley.
Jacobson, M. 1989. Botanical pesticides: past, present and future, pp. 1-10 In JT
Arnanson, BJR Phylogene, P Morand (eds). Insecticides of Plant Origin.
Washington DC:ACS.
Jacobson, M.
 1990.  Glossary
 of
 Plant-Derived  Insect  Deterrens.
 Boca
 Raton
(Florida): CRC
Pr.
Kalshoven LGE.  1981.  The  Pest  of  Crops  in  Indonesia.  Van  Der  Laan  PA, penerjemah.  Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari : DE Plagen
Van de Cultuurgewassen
in Indonesie.
Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Metcalf RL. 1986. The ecology of insecticides and the chemical control of insects, Dalam:   Kogan   M,   editor. 
 Ecological   Theory   an 
 Integrated   Pest Management Practice. New York: J Wiley. Hlm 251-297.
Prakash A, Rao
J. 1997. Botanical Pesticides
in Agriculture. New York: Lewis pub Prijono D,  Gani MS,  Syahputra E. 1995. Screening of insecticidal  activity of annonaceous, fabaceous, and melioceous seed extract againt cabbage head
caterpillar,
 Crocidolomia
 binotalis
 Zeller
 (Lepidoptera:
 Pyralidae).
 Bul
HPT 9 (1): 1-6.
Prijono D. 1998. Insecticidal activity of meliaceous seed
 extract againt cabbage head  caterpillar, Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae).
Bul HPT 10 (1): 1-6.
Prijono D. 2003. Teknik Ekstraksi, Uji Hayati, dan Aplikasi Senyawa Bioaktif
Tumbuhan:
 Panduan 
bagi  Pelaksana
 PHT Perkebunan
 Rakyat.  Bogor:
Departemen HPT, Faperta IPB.
Sastrosiswojo B.  1975.  Hubungan  antara  waktu
 tanam  tanaman
 kubis  dengan
dinamika   populasi   Plutella   maculipennis   Curt.   Dan   Crocidolomia
binotalis Zell. Bul. Panel. Horti 3:
3-14
PKMI-3-3-9
 







 
 
 
 
 









