POTENSI EKSTRAK BIJI MAHONI
(SWIETENIA MACROPHYLLA)
DAN AKAR TUBA (DERRIS ELLIPTICA) SEBAGAI BIOINSEKTISIDA UNTUK PENGENDALIAN HAMA CAISIN
Bayo Alhusaeri Siregar,
Didiet Rahayu
Diana, Herma Amalia
PS Proteksi Tanaman, Institut Pertanian
Bogor, Bogor
ABSTRAK
Serangan hama utama caisin yaitu Crocidolomia pavonana, Plutella xylostella, dan Phyllotetra sp.
menjadi kendala utama
dalam pengembangan
budidaya caisin (Brassicaceae). Petani biasa menggunakan pestisida sintetik dalam pengendalian
hama caisin.
Akan tetapi, pemakaian
pestisida
sintetik secara
terus-menerus
dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan
dan
bahaya keracunan. Dampak negatif yang disebabkan oleh pestisida
sintetik, menjadikan pestisida nabati sebagai alternatif dalam pengendalian hama dan
penyakit tanaman. Dalam 30 tahun terakhir, tidak kurang dari 1500
tanaman telah dilaporkan aktif terhadap
serangga. Laporan aktivitas
insektisida
paling sering melibatkan jenis-jenis tumbuhan dari famili Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan
Rutaceae.
Salah satu ekstrak
tumbuhan yang
efektif dalam mengendalikan
serangga adalah Swietenia macrophylla dan Derris elliptica. Tujuan penelitian
ini
adalah untuk menguji keefektifan ekstrak
biji mahoni dan akar tuba dalam mengendalikan hama caisin di lapang. Lahan pertanaman caisin dibagi dalam 5 petak
untuk
5
ulangan.
Masing-masing petak
terdiri
dari 10 bedengan
yang dibagi untuk 5 perlakuan. Jenis
perlakuan antara lain: (1)
ektrak mahoni 5%, (2) ekstrak akar tuba
5%,
(3) mahoni 2,5% + akar tuba 2,5%, (4) Insektisida
pembanding Baccilus thuringiensis 2 g/L, dan (5) kontrol (air+detergen). Pada tiap petak perlakuan dipilih 20 tanaman contoh secara acak. Parameter yang diamati yaitu populasi hama yang ditemukan
dan intensitas kerusakan. Ekstrak
mahoni 5% dapat menyelamatkan kehilangan hasil terbesar dibandingkan bahan
ekstrak
lain. Sedangkan ektrak akar tuba 5% memiliki toksisitas
yang sangat
tinggi untuk ketiga spesies
hama yang diamati yaitu Phyllotetra sp., Crocidolomia
pavonana, dan Plutella xylostella
dibuktikan dengan jumlah populasi terkecil. Ekstrak mahoni bekerja sebagai antifeedent sedangkan akar tuba sebagai racun perut dan
kontak. Kedua ekstrak ini mengandung senyawa
Rotenon.
Kata Kunci :
Pestisida nabati,
akar tuba, biji mahoni, antifeedant, rotenon.
PENDAHULUAN
Salah satu kendala dalam upaya pengembangan tanaman caisin (Brassicaceae)
adalah serangan ulat tanaman kubis, seperti Crocidolomia
pavonana dan Plutella xylostella yang dapat menyebabkan kegagalan bila tidak segera dikendalikan (Sastrosiwojo 1975). Menurut Uhan (1993)
kerusakan yang
disebabkan C. pavonana
dapat menurunkan hasil baik kualitas maupun kuantitas, karena menyebabkan kerusakan krop kubis bahkan tidak bisa membentuk krop.
Kehilangan hasil akibat C. pavonana dapat mencapai
65.8%. Menurut Kalshoven
(1981) keberadaan
pada tanaman sawi dapat menyebabkan kerugian
100%.
Petani sampai
saat
ini
masih
mengandalkan penggunaan insektisida sintetik untuk mengendalikan hama tanaman sayuran, salah satunya terhadap C. Pavonana.
Namun, penggunaan
insektisida
yang berlebihan dapat membunuh
serangga
lain
yang
merupakan musuh
alaminya. Selain itu, penggunaan
insektisida
yang
kurang bijaksana
juga
dapat
menimbulkan berbagai dampak
klasik lain
seperti, resistensi dan resurjensi hama sasaran,
bahaya bagi
penggunaan dan konsumen serta
pencemaran lingkungan secara umum (Balk&
Koeman
1984; Metcalf 1986)
Untuk menyikapi dampak negatif
penggunaan insektisida sintetik, sekarang banyak diteliti dan dikembangkan insektisida botani yang lebih aman dan ramah bagi lingkungan. Disamping itu, beberapa insektisida dapat disiapkan secara sederhana yang persiapannya dapat dilakukan dengan mudah di kalangan
petani.
Dalam 30 tahun terakhir, tidak kurang dari 1500 tanaman telah dilaporkan
aktif terhadap serangga (Grainge & Ahmed 1988; Jacobson 1990, Hedin et al
1997). Laporan aktivitas
insektisida paling
sering melibatkan jenis-jenis tumbuhan
dari famili
Meliaceae,
Annonaceae,
Asteraceae,
Piperaceae, dan
Rutaceae (Arnason
et
al. 1989; Prijono et al.
1995;
Prakash
& Rao 1997).
Insektisida dari tanaman
Meliaceae umumnya bersifat racun yang bekerja lambat serta memiliki efek penghambat makan dan menghambat perkembangan (Prijono 1998). Penelitian Genus Swietenia (mahoni) sekarang ini semakin berkembang. Dadang dan Ohsawa (2000) melaporkan ekstrak biji S. mahagoni pada konsentrasi
5% dapat memberi penghambatan makan 100%
larva P.xylostella. Menurut Prijono (1998)
ekstrak biji mahoni pada konsentrasi 0.25%
dapat menyebabkan kematian larva C. pavonana 10.4% pada instar 2
dan
43.7 % pada instar 2-3 dengan residu
pada
daun brokoli yang dipaparkan
selana dua hari.
Selain famili Meliaceae, akar tuba telah lebih dahulu dimanfaatkan dalam pengendalian
hama. Berdasarkan pengalaman di masyarakat, akar tuba ternyata lebih toksik
dibandingkan
’pyrethrin’
yang merupakan pestisida nabati
tertua yang diperoleh dari ekstrak bunga Chrysanthemum cinenariafolium. Akar tuba
sangat potensial dalam
pengendalian hama
karena
tidak berbahaya terhadap
mamalia,
akan tetapi sangat toksik terhadap
ikan
dan hewan air lainnya.
Akar tuba mengandung senyawa rotenon yang diidentifikasi merupakan senyawa
dengan rumus
molekul
C23H22O
dan sangat potensial
melawan beberapa hama. Senyawa ini bersifat insektisida kontak dan racun perut dengan
daya racun yang lamabat. Dilaporkan rotenon bersifat racun pada C.
pavonana , P.
Interpunctella, Idiocerus
sp. Dan
Aonidiella aurantii
(Prakash
&
Rao 1997). Prijono (1995) melaporkan, bahwa ektrak akar tuba mampu membunuh 85% populasi Cricodolomia
pavonana pada stadia pupa.
Keberhasilan pengendalian
menggunakan biji
mahoni
dan akar
tuba di
laboraturium akan dilakukan pengujian di lapangan. Hal ini
dilakukan
karena belum diketahui dampak terhadap lingkungan secara langsung. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan langsung di lahan pertanaman.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk
mengetahui
keefektifan ekstrak biji mahoni dan akar tuba dalam mengendalikan hama caisin di lapangan. Manfaat
yang dapat diambil yaitu dihasilkannya produk
insektisida dari ekstrak tanaman biji mahoni dan akar tuba yang efektif dalam pengendalian hama tanaman kubis
yang ramah bagi lingkungan
dan aman
bagi konsumen.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium
Fisiologi dan Toksikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor dan di lahan pertanian daerah Cinangneng, Kecamatan Ciampea,
Bogor
mulai
bulan April sampai dengan
November
2005.
Sumber Ekstrak.
Biji mahoni dan akar tuba diperoleh dari pekarangan rumah penduduk
di
daerah Jawa Timur dan
Kebun
Raya Bogor di daerah Jawa Barat.
Penanaman Kubis
Penanaman kubis dilakukan pada lahan seluas 600 m2 yang disewa dari
petani. Lahan tersebut dibagi dalam lima
petak. Masing-masing petak terdiri dari sepuluh bedengan
untuk lima perlakuan dengan lima kali ulangan. Setiap petak memiliki luas 10 m × 5 m. Pengolahan awal dan pemeliharaannya dilakukan oleh petani.
Pembuatan Ektrak
Biji mahoni dan akar tuba yang akan diekstrak dikeringkan terlebih dahulu selama 24 jam dalam
suhu kamar. Kemudian dihaluskan dengan blender. Serbuk
tanaman
yang diperoleh
diayak
dengan menggunakan
ayakan
1
mm. Jumlah ekstrak yang dibutuhkan kurang lebih satu kilogram bobot
kering yang telah
diblender. Kedua serbuk tanaman uji kemudian masing-masing dicampur dengan
air dengan
perbandingan
50
gram serbuk
untuk setiap 1000
ml air. Langkah
selanjutnya adalah dengan penambahan
detergen secukupnya sebagai pelarut. Campuran
tersebut disaring
dengan corong gelas yang diamati kain
kasa. Kemudian disimpan di tempat yang
dingin atau jauh dari penyinaran matahari
langsung.
Perlakuan Dan Pengamatan di Lapangan
Pada tanaman percobaan
dilakukan lima
perlakuan aplikasi
insektisida masing-masing lima ulangan yang terbagi dalam petak-petak tanaman. Perlakuan
insektisida tersebut adalah:
Ekstrak mahoni 5%
Ekstrak akar tuba 5%
Ekstrak campuran mahoni 2,5%dan akar tuba 2.5%
Insektidida pembanding Bacillus thuringiensis 2 gram/liter
Control air dan
detergen
Pada setiap petak perlakuan dipilih 20 tanaman contoh yang dipilih secara acak
(bukan tanaman
pinggir). Tanaman contoh tersebut kemudian diamati sampai
panen.
Pengamatan pertama dilakukan satu minggu setelah tanam
(MST). Pada pengamatan pertama ditemukan populasi Phyllotetra sp,
P. Xylostella dan
C. Pavonana pada jumlah yang
telah melebihi ambang ekonomi (AE) sehingga harus dilakukan penyemprotan. Pengamatan berikutnya dilakukan pada interval waktu satu minggu. Penyemprotan pertama dilakukan satu
hari
setelah pengamatan pertama.
Pada setiap pengamatan diamati jumlah populasi hama dan tingkat
kerusakan tanaman. Selama waktu
penelitian penyemprotan yang
dilakukan
sebanyak
dua kali dan pengamatan yang dilakukan sebanyak tiga kali. Pengamatan terakhir dilakukan pada satu hari sebelum panen.
Analisis Data
Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok. Data-data yang
diperoleh dari percobaan, seperti jumlah populasi hama dan tingkat kerusakan yang
disebabkan oleh C. Pavonana, P. Xylostella dan hama caisin lainnya diolah
dengan menggunakan sidik ragam, yang dilanjutkan dengan uji selang berganda
Duncan
pada
taraf 5%.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1.
Rata-rata populasi Phyllotetra sp.
setelah tiga kali pengamatan
Gambar 1. Pengaruh
lima jenis perlakuan terhadap
populasi hama Phyllotetra
sp. pada caisin.
Tabel 2.
Rata-rata populasi Plutella xylostella. setelah tiga kali pengamatan
* Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak
berbeda nyata dengan uji Duncan pada selang kepercacayaan 95%.
Gambar 2. Pengaruh lima jenis perlakuan
terhadap populasi hama Plutella
xylostella pada caisin.
Tabel 3. Rata-rata populasi Crocidolomia pavonana setelah tiga kali pengamatan
*
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak
berbeda nyata dengan uji Duncan pada selang kepercacayaan 95%.
Gambar 3. Pengaruh
lima jenis perlakuan terhadap populasi hama Crocidolomia pavonana
pada caisin
Tabel 4.
Rata-rata luas serangan (%) hama caisin pada daun
* Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukan tidak
berbeda nyata dengan uji Duncan pada selang kepercacayaan 95%.
PEMBAHASAN
Pengamatan dilakukan untuk
melihat populasi serangga hama caisin di
lapang dan tingkat serangannya. Hama caisin yang
didapat di lapang, yaitu larva
Plutella xylostella, larva Crocidolomia pavonana, dan kumbang Phyllotetra sp.
Pada pengamatan terhadap populasi
hama Phyllotetra sp. pada masing-masing petak perlakuan menghasilkan jumlah yang berbeda-beda. Perlakuan akar tuba
mampu menekan populasi hama paling
cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan ekstrak
mahoni
mampu
mengurangi populasi hama seperti pada
perlakuan
ekstrak
akar tuba,
tetapi
dengan waktu
yang relatif lambat (gambar 1).
Pada tabel 1 menunjukan pengaruh perlakuan terhadap jumlah populasi
Phyllotetra
sp. yang ditemukan pada tiga waktu pengamatan. Pada tiga waktu
pengamatan
tersebut menunjukan bahwa perlakuan ekstrak akar tuba
menyebabkan populasi Phyllotetra sp. yang paling rendah. Selain itu perlakuan akar tuba
berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya dan
kontrol.
Sedangkan penggunaan insektisida pembanding berbahan aktif B. thuringensis tidak berbeda
nyata dengan kontrol.
Hama lain yang
menyerang caisin adalah larva Plutella xylostella. Pada pengamatan
pertama populasi larva tersebut sudah tinggi. Setelah pengamatan kedua, terjadi penurunan
populasi larva P. xylostella yang sangat drastis pada
perlakuan ekstrak akar tuba. Hal ini
menunjukan bahwa ekstrak akar tuba
menyebabkan mortalitas tertinggi secara cepat. Namun
pada akhir pengamatan, populasi P. xylostella terendah didapat pada perlakuan ekstrak mahoni (Gambar
2). Meskipun demikian, rata-rata populasi P. xylostella pada tiga pengamatan menunjukan bahwa ekstrak akar tuba mampu menghasilkan populasi terendah
diikuti oleh campuran ekstrak akar tuba dan mahoni, ekstrak mahoni, dan
insektisida pembanding (Tabel 3).
Selain P.xylostella dan Phyllotetra sp.
hama
penting lain pada
caisin adalah
Crocidolomia pavonana. Hama
ini belum terlihat pada pengamatan pertama,
namun populasi C. pavonana
semakin meningkat
seiring dengan
pembentukan krop caisin. Berdasarkan hasil pengamatan semua perlakuan yang diberikan, perlakuan yang
paling
efektif dalam
menekan
laju peningkatan populasi C. pavonana adalah perlakuan dengan ekstrak akar tuba.
Penggunaan ekstrak akar tuba
dan ekstrak biji mahoni dalam
mengendalikan hama caisin memberikan hasil yang nyata. Penurunan populasi hama caisin terbesar terjadi pada perlakuan ekstrak akar tuba. Menurut Prijono (2003) akar tuba mengandung bahan aktif rotenon yang bersifat sebagai racun
perut dan kontak, bekerja sebagai racun respirasi sel, serta aktif terhadap berbagai
jenis serangga pemakan daun
dan bertubuh lunak.
Rotenoid merupakan
racun
penghambat metabolisme
dan sistem syaraf yang
bekerja perlahan. Serangga yang teracuni sering
mati karena kelaparan yang
disebabkan oleh kelumpuhan alat-alat mulutnya. Namun demikian, rotenon relatif
aman bagi kesehatan manusia serta mudah terdegradasi oleh sinar matahari dan
udara terbuka (Kardinan 2002).
Biji mahoni yang juga dapat menurunkan populasi hama caisin telah lama dikenal sebagai insektisida botani. Menurut Dadang dan Ohsawa (2000) ekstrak biji S. mahagoni
pada konsentrasi 5% dapat memberi penghambatan makan 100%
larva P.xylostella yang
dielusi dengan 2% metanol dalam diklorometana. Sedangkan pada konsentrasi 2% ekstrak biji mahoni ini dapat menyebabkan penghambatan makan
92,9% larva P. xylostella. Selain itu
menurut Prijono (1998) ekstrak biji mahoni pada konsentrasi 0.25% dapat menyebabkan kematian larva C.
pavonana 10.4% pada instar 2 dan 43.7 % pada instar 2-3 dengan residu pada
daun brokoli yang dipaparkan
selama dua hari.
Masing-masing
bagian tanaman mahoni mengandung senyawa yang
berbeda-beda. Pada kulit batang mengandung senyawa triterpenoid yang dapat
diekstrak
dengan menggunakan
heksana,
sedangkan biji mahoni mengandung
senyawa
flavonoid dan
saponin yang diekstrak
dengan
menggunkan
metanol. Salah satu senyawa flavonoid yang dapat berperan sebagai insektisida adalah
rotenon (Sianturi 2001). Menurut
Prijono (2003), mahoni juga mengandung
senyawa limonoid yang bersifat sebagai antifeedant.
Berdasarkan hasil
pengamatan
terhadap tingkat kerusakan,
pada lahan
caisin yang
memperoleh perlakuan menunjukan tingkat kerusakan yang berbeda-
beda
pada setiap perlakuan. Pada petak dengan perlakuan ekstrak
mahoni
menunjukan tingkat kerusakan yang
paling rendah, diikuti pestisida pembanding
berbahan aktif Bacillus thuringensis (2
gram /liter), kemudian ekstrak akar tuba
dan
campuran ekstrak akar tuba + biji mahoni. Tingkat
kerusakan pada daun caisin
mengakibatkan daun
tidak
dapat dipasarkan
sehingga petani sering mengalami kerugian.
Perbedaan tingkat kerusakan ini disebabkan oleh cara kerja penghambatan oleh masing-masing ekstrak yang berbeda.
Biji
mahoni
memberikan
penghambatan berupa antifeedant yang
dapat menyebabkan ulat (larva serangga)
melakukan penolakan untuk memakan daun caisin sampai residu ektrak mahoni terdegradasi dari permukaan daun caisin. Sehingga tingkat kerusakan yang terjadi
sangat kecil.
Berbeda dengan biji mahoni, ektrak akar tuba bersifat racun kontak dan racun perut. Sebagai racun kontak, serangga akan mengalami kematian apabila terjadi
kontak langsung
dengan ekstrak. Cara
kerja
kontak
ini tidak
dapat
mematikan serangga yang
tidak mengalami kontak
dengan
ekstrak
secara langsung sehingga serangga masih
dapat melakukan perusakan pada daun caisin. Sebagai racun perut, ekstrak akar tuba meracuni serangga setelah serangga memakan
daun caisin, sehingga perusakan daun caisin tetap terjadi walaupun setelah
itu serangga mati.
Hal
ini menunjukan
bahwa
ekstrak mahoni
paling
efektif dalam
upaya
pengendallian
hama caisin
sebab dapat menyelamatkan
kehilangan
hasil paling
besar dibandingkan bahan ekstrak lain.
KESIMPULAN
Ekstrak mahoni 50 g/L yang diaplikasikan pada pertanaman caisin dapat
menyelamatkan
kehilangan
hasil terbesar
dibandingkan bahan ekstrak lain.
Dibuktikan dengan intensitas kerusakan yang ditimbulkan hama paling rendah
pada
pertanaman caisin yang memperoleh
perlakuan ekstrak mahoni.
Ektrak akar tuba 50 g/L memiliki
toksisitas yang
sangat tinggi
untuk ketiga spesies hama yang
diamati yaitu Phyllotetra sp., Crocidolomia pavonana,
dan
Plutella
xylostella. Hal ini menunjukan bahwa kandungan senyawa yang terdapat dalam akar
tuba
bersifat toksik
dan
dapat mematikan serangga sehingga efektif
untuk
pengendalian
hama caisin.
DAFTAR PUSTAKA
Arnanson JT, Phylogene BJ, Morand
P, editor. 1989. Insecticides of Plant Origin.
Washington DC:ACS.
Balk F, Koeman JH. 1984. Future Hazard from Pesticides Use With Special
Reference to
West Africa
and
South-Asia.
Gland
(Switzerland):IUCN. Dadang, Ohsawa K. 2000. Penghambatan aktivitas makan larva Plutella xylostella L. (Lepidoptera:Yponomeutidae) yang diperlakukan ektrak biji Swietenia
mahogani Jacq (Meliaceae). Bul HPT 12:
27-32.
Grainge M, Ahmed S. 1988. Handbookof Plant with Pest Control Properties.
New York: J. Wiley.
Jacobson, M. 1989. Botanical pesticides: past, present and future, pp. 1-10 In JT
Arnanson, BJR Phylogene, P Morand (eds). Insecticides of Plant Origin.
Washington DC:ACS.
Jacobson, M.
1990. Glossary
of
Plant-Derived Insect Deterrens.
Boca
Raton
(Florida): CRC
Pr.
Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Van Der Laan PA, penerjemah. Jakarta: PT Ichtiar Baru-Van Hoeve. Terjemahan dari : DE Plagen
Van de Cultuurgewassen
in Indonesie.
Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Metcalf RL. 1986. The ecology of insecticides and the chemical control of insects, Dalam: Kogan M, editor.
Ecological Theory an
Integrated Pest Management Practice. New York: J Wiley. Hlm 251-297.
Prakash A, Rao
J. 1997. Botanical Pesticides
in Agriculture. New York: Lewis pub Prijono D, Gani MS, Syahputra E. 1995. Screening of insecticidal activity of annonaceous, fabaceous, and melioceous seed extract againt cabbage head
caterpillar,
Crocidolomia
binotalis
Zeller
(Lepidoptera:
Pyralidae).
Bul
HPT 9 (1): 1-6.
Prijono D. 1998. Insecticidal activity of meliaceous seed
extract againt cabbage head caterpillar, Crocidolomia binotalis Zeller (Lepidoptera: Pyralidae).
Bul HPT 10 (1): 1-6.
Prijono D. 2003. Teknik Ekstraksi, Uji Hayati, dan Aplikasi Senyawa Bioaktif
Tumbuhan:
Panduan
bagi Pelaksana
PHT Perkebunan
Rakyat. Bogor:
Departemen HPT, Faperta IPB.
Sastrosiswojo B. 1975. Hubungan antara waktu
tanam tanaman
kubis dengan
dinamika populasi Plutella maculipennis Curt. Dan Crocidolomia
binotalis Zell. Bul. Panel. Horti 3:
3-14
PKMI-3-3-9
0 comments:
Post a Comment